Selasa, 14 Desember 2010

Leadership Dalam Islam

Kepemimpinan Islam
Persoalan adanya reaksi terhadap kepemimpinan umat manusia sebagai khalifah Allah di atas bumi ini, menurut saya merupakan persoalan yang sudah ada semenjak Allah ingin menjadikan anak cucu Adam as. sebagai kalifahNya di bumi ini. Ada dua jenis reaksi yang muncul yang dapat kita lihat berdasarkan petunjuk yang kita dapatkan dalam ayat-ayat Allah. Pertama, bentuk reaksi yang muncul yang diwakili oleh para malaikat. Malaikat sempat protes kepada Allah, karena sangsi akan kemampuan manusia dalam mengemban amanah tersebut. Kedua, adalah reaksi penolakan yang diperlihatkan iblis ketika Allah memerintahkannya untuk sujud kepada Adam as. Ada perbedaan mendasar yang melatarbelakangi ke dua reaksi tersebut. Keraguan malaikat dilatarbelakangi oleh keterbatasan pengetahuannya tentang kemampuan atau kualitas-kualitas yang dimiliki oleh manusia. Baru setelah Adam menjelaskan “nama-nama” kepada malaikat sebagaimana diperintahkan Allah, sadarlah malaikat dan akhirnya menerima sepenuhnya ke khalifahan Adam tanpa keraguan lagi. Kemampuan Adam untuk menjelaskan tentang nama-nama ini menunjukkan kualitas potensi jiwa dan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang khalifah yang mewujud secara nyata ke dalam dirinya dalam rangka mengemban tugasnya di bumi ini. Berbeda dengan malaikat, iblis karena sombongnya, merasa bahwa dirinya lebih memilki kualitas dan kemampuan untuk mengemban amanah tersebut. Dibalik itu iblis juga menyembunyikan kedengkiannya kepada Adam, karena Allah meletakkan kekhalifan kepada Adam dan bukan kepada dirinya, padahal selama ini ia telah menunjukkan ketekenunnya bertasbih dan memuji kepada Allah. Iblis akhirnya terus meneguhkan sikap penolakannya, tidak mau bertobat dan bahkan memproklamirkan kebulatan tekadnya untuk menyesatkan manusia. Apa yang ingin saya sampaikan dibalik peristiwa tersebut adalah, bahwa persoalan Khalifah Allah, adalah persoalan yang menjadi kewenangan mutlak Allah. Sosok Khalifah adalah sosok manusia yang dipilih dan ditunjuk oleh Allah, seorang utusan Allah, dengan kualitas-kualitas & kemampuan yang dapat ia buktikan dan ia tunjukkan berkaitan dengan “nama-nama”, sehingga umat manusia dapat menyaksikannya. Penunjukkan Allah kepada Adam as. sebagai khalifah di bumi ini beserta kualitas-kualitas yang merupakan syarat mutlak bagi keberadaan seorang khalifah, sesungguhnya merupakan “benang emas” sebuah ketetapan bagi kelangsungan dan keharusan keberadaan seorang khalifah/imam setelah terhentinya pengutusan Nabi dan Rasul. Ketetapan disini tidak terbatas pada persyaratan kualitas yang harus dimiliki, tetapi lebih dari itu menunjuk kepada jati diri mereka yang memang dipilih dan ditunjuk untuk itu. Ibarat dua sisi pada satu mata uang. Dalam sejarah umat islam, persoalan khalifah/imam ini memunculkan dua keyakinan yang berbeda. Dan karena persoalan inilah sepertinya umat islam sulit untuk bersatu.


Kewajiban Mengangkat Khalifah
Sampai saat ini, perjalanan dakwah sering dihadapkan pada berbagai tantangan, rintangan, kendala, bahkan tuduhan keji dan fitnah dari pihak Barat kafir, rezim penguasa sekular, maupun dari kalangan Muslim sendiri. Tampaknya, benih kebangkitan Islam yang kian menyebar telah membuat musuh-musuh Islam juga gencar dalam menancapkan makar-makar sesat untuk membendung laju kebangkitan umat ini. Pihak Barat yang kafir itu tahu bahwa umat ini hanya akan bangkit ketika umat bersatu padu dalam sebuah institusi Daulah Khilafah yang menjamin langgengnya kehidupan Islam. Potensi ini akan terus mereka tutupi agar orang Muslim semakin menjauh dari metode kebangkitan ini. Berbagai fitnahan pun terlontar dari Barat yang kafir, mulai dari pelabelan teroris bagi pengemban dakwah sampai menebarkan racun pemikiran ke tubuh kaum Muslimin berupa paham demokrasi, HAM, liberalesme, gender dan nasionalisme. Bahkan mereka acapkali pula menyerang negara lain dengan kekuatan militer yang menjadi legal di atas jargon yang seolah tampak manis ini. Celakanya, tantangan dan rintangan dalam menghambat derap langkah perjuangan dakwah juga muncul dari kalangan Islam sendiri. Tantangan, rintangan, kendala, bahkan fitnahan dari Barat kafir terhadap perjuangan dakwah lebih disebabkan oleh ketakutan mereka terhadap kebangkitan ideologi Islam dan tegaknya kembali Daulah Khilafah Islamiyah yang akan mengancam eksistensi mereka di masa depan. Sedangkan rintangan dan fitnahan dari kalangan Islam sendiri lebih disebabkan antara lain karena kesalahpahaman akibat tidak sepenuhnya mendalami arti pentingnya eksistensi Daulah Khilafah Islamiyah bagi kaum Muslim. Dan atau disebabkan pula oleh kedengkian mereka terhadap para pengemban dakwah yang akan mengancam kekuasaan penguasa yang selama ini tidak berlandaskan Islam, walaupun mereka juga Muslim. Karena itu, tulisan ini akan mengulas sebuah hadis riwayat Muslim yang mengkhabarkan betapa wajibnya kaum Muslimin untuk mengangkat seorang Khalifah. Sehingga kita semakin memahami urgensi institusi Daulah Khilafah Islamiyah yang kian mendesak untuk kita wujudkan. Berikut saya nukilkan sebuah artikel Yahya Abdurrahman yang berjudul ”Kewajiban Mengangkat Khalifah”. Semoga pemaparan ini semakin menumbuhkan motivasi juang kita untuk berupaya melaksanakan kewajiban agung ini. InsyaAllah! Untuk melihat artikel yang telah saya sarikan tersebut, Antum rahimakumullah dapat meniliknya di salah satu postingan blog saya yang berjudul ”Kewajiban Mengangkat Khalifah” di http://frenky.web.ugm.ac.id/. Semoga bermanfaat! :wink:



Keharusan adanya kalifah atau imam atau “ulil amri” bagi ummat islam, memang sama-sama sudah kita ketahui. dan ummat islam diwajibkan untuk mentaati-nya. Al Qur’an menyatakan, “Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul, dan Ulil Amri di antara kamu ...”. Uli di sini bukan menunjuk kepada seluruh ummat islam, tetapi sebagian dari ummat islam yang memiliki kualifikasi atau memenuhi persyaratan sebagai seorang pemimpin atau imam. Jadi, memang ada sebagian dari ummat islam yang memperoleh mandat dari Allah, untuk menduduki posisi sebagai pemimpin ummat atau imam. Adalah kewajiban Allah untuk menjamin keberadaan dan kelangsungan seorang imam, karena Allah telah mewajibkan bagi ummat islam untuk memberikan ketaatan kepada Imam tersebut. Al Qur’an juga memberikan ciri-ciri yang jelas menyangkut kualitas seorang Imam, sehingga ketaatan hanya diberikan kepada sosok Imam yang benar-benar memiliki kualitas-kualitas yang dijelaskan tersebut. Tidak mungkin kita memberikan ketaatan kepada sesuatu yang menyesatkan, kebodohan, kezaliman atau tidak mengindahkan syari’at, sebagaimana pula tidak mungkin kondisi-kondisi tersebut terdapat dalam sosok Imam. Selain itu, kehadiran sosok Imam merupakan suatu keharusan, karena di tangan Imam-lah, dapat terbina tatanan masyarakat dan tatanan kehidupan yang dibimbing dan dipagari oleh syari’at. Tetapi sebagaimana yang disinggung oleh sdr. Tehrani, keharusan adanya sosok Imam yang memiliki kewenangan dalam mengatur persoalan-persoalan ummat islam, membimbing dan mengarahkan ummat agar berjalan di atas jalan hidup sesungguhnya sebagaimana yang digariskan oleh Allah, telah membagi ummat islam ke dalam dua kelompok besar yang memiliki keyakinan yang berbeda menyangkut siapa yang berhak dan lewat cara bagaimana seseorang memperoleh keabsahannya sebagai Imam. Saudara kita dari mazhab Syi’i, meyakini bahwa kedudukan Imam, adalah persoalan yang menjadi hak sebagian anggota keluarga di antara keluarga Nabi (Ahlul Bait), yang penunjukkannya didasarkan kepada ketetapan Ayat dan lewat jalan wasiat secara berantai. Syi’ah menyakini bahwa hak Imam ada pada Ali Bin Abi Thalib, dan seterusnya sampai imam yang terakhir atau yang ke-12. Untuk mendalami masalah ini, kita bisa membaca buku karangan Ali Syari’ati, “Ummah dan Imamah” (penerbit, Mizan). Sedangkan ummat islam dari golongan Sunni meyakini bahwa kedudukan Imam diperoleh melalui jalan pemilihan dan pengangkatan dengan merujuk kepada peristiwa sejarah di Saqifah, setelah wafatnya Nabi saw. Baik Syi’ah maupun Sunni, mengemukakan dalil syar’i dan argumentasi akal versi mereka masing-masing untuk menjelaskan apa yang mereka yakini tersebut. Perbedaan keyakinan terhadap persoalan ini yang hingga sekarang ini, yang menurut saya, memustahilkan ummat islam untuk bersatu di bawah satu kepemimpinan. Penjelasan singkat sdr. Tehrani mengenai keberadaan kalifah dengan melihat saat pertama kali, Allah hendak menempatkan kalifah di muka bumi ini, bisa saja menjadi titik terang untuk lebih dapat mengungkap bagaimana sebenarnya petunjuk wahyu dan petunjuk Nabi saw. di dalam mendudukkan persoalan kalifah atau imamah ini. Bagi saya, sementara ini, penjelasan yang paling masuk akal mengenai konsep imamah versi syi’ah yang dapat saya terima adalah pandangan Ali Syari’ati dalam buku karangannya “Ummah dan Imamah”. Di samping itu dalam pemahaman saya sekarang ini, kualifikasi pengetahuan akan “nama-nama” sebagai persyaratan paling utama bagi seorang kalifah, yang merujuk kepada melekatnya manifestasi nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan Allah dalam diri seorang kalifah, begitu pula penguasaan ilmu dan pengetahuan yang merupakan manifestasi dari nama-nama Allah, bukanlah kualifikasi yang dapat dimiliki oleh setiap muslim secara umum, tetapi lebih kepada orang-orang pilihan yang memang dikehendaki Allah, sebagaimana berlaku pada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul. Dan setiap muslim-pun mengakui, terlepas apakah ia dari mazhab Syi’ah atau Sunni, bahwa Ali bin Abi Thalib pada saat setelah Nabi wafat, adalah orang yang paling mengetahui rahasia-rahasia wahyu, paling zuhud, paling menjaga diri dan hatinya dari keburukan, paling tinggi ilmunya, sehingga Nabi mengatakan, “Aku adalah kota ilmu, sedang Ali adalah pintunya. Barangsiapa yang ingin masuk ke dalam kota, maka harus melalui pintunya”. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Nabi mengatakan, “Ikutilah cara-caraku dan cara-cara kalifah-kalifah yang lurus dan terpimpin”. Yang menjadi pertanyaan kita, adakah pada saat itu, seseorang yang dapat menandingi Ali dalam hal kelurusannya dan keterpimpinannya?, sementara Nabi telah mengatakan, “barangsiapa yang ingin masuk ke dalam kota ilmu, maka harus melalui pintunya”. Dialah Ali bin Bin Thalib, dan bukan yang lain. Pada saat setelah Nabi saw. wafat, maka kaum muslimpun bereaksi sebagaimana reaksi yang ditunjukkan oleh Malaikat dan Iblis ketika Allah hendak menempatkan Adam sebagai kalifah di bumi. Selebihnya, mereka mengikuti apa yang mereka tidak mengetahui ilmunya.
How to Increase Leader Skill

1. Jadilah orang yang displin, baik displin waktu, peraturan, rencana hidup, dan konrol emosi.
2. Ikutlah berpatisipasi dalam event organizer apapun yang anda dapat sanggupi persyaratannya.
3. Intropeksi diri setiap berbuat sesuatu
4. Belajar mengindentifikasi sifat sifat Orang
5. Manfaatkan setiap kesempatan jika diberi tugas memimpin suatu kelompok.
History of Leadership

The search for the characteristics or traits of leaders has been ongoing for centuries. Mencari karakteristik atau ciri-ciri pemimpin telah berlangsung selama berabad-abad. History's greatest philosophical writings from Plato's Republic to Plutarch's Lives have explored the question of "What qualities distinguish an individual as a leader?" terbesar tulisan-tulisan filosofis Riwayat dari Republik Plato untuk Plutarch's Lives telah meneliti pertanyaan "Apa yang membedakan kualitas individu sebagai seorang pemimpin?" Underlying this search was the early recognition of the importance of leadership and the assumption that leadership is rooted in the characteristics that certain individuals possess. Mendasari pencarian ini adalah pengakuan awal pentingnya kepemimpinan dan asumsi bahwa kepemimpinan berakar pada karakteristik yang memiliki individu-individu tertentu. This idea that leadership is based on individual attributes is known as the "trait theory of leadership." Ide bahwa kepemimpinan didasarkan pada atribut individu dikenal sebagai teori sifat "kepemimpinan."

This view of leadership, the trait theory, was explored at length in a number of works in the previous century. Pandangan kepemimpinan, teori sifat, sedang dieksplorasi panjang lebar dalam sejumlah karya di abad sebelumnya. Most notable are the writings of Thomas Carlyle and Francis Galton , whose works have prompted decades of research. Paling penting adalah tulisan-tulisan dari Thomas Carlyle dan Francis Galton , yang karya-karyanya telah mendorong beberapa dekade penelitian. In Heroes and Hero Worship (1841), Carlyle identified the talents, skills, and physical characteristics of men who rose to power. Dalam Pahlawan dan Hero Ibadah (1841), Carlyle mengidentifikasi bakat, keterampilan, dan karakteristik fisik dari orang-orang yang naik ke tampuk kekuasaan. In Galton's (1869) Hereditary Genius , he examined leadership qualities in the families of powerful men. Dalam Galton's (1869) Genius keturunan, ia memeriksa kualitas kepemimpinan dalam keluarga orang-orang berkuasa. After showing that the numbers of eminent relatives dropped off when moving from first degree to second degree relatives, Galton concluded that leadership was inherited. Setelah menunjukkan bahwa jumlah keluarga unggulan diturunkan ketika bergerak dari tingkat pertama untuk kerabat tingkat kedua, Galton menyimpulkan kepemimpinan yang diwarisi. In other words, leaders were born, not developed. Dengan kata lain, para pemimpin lahir, tidak dikembangkan. Both of these notable works lent great initial support for the notion that leadership is rooted in characteristics of the leader. Kedua dari karya-karya terkenal memberikan dukungan awal yang besar untuk gagasan bahwa kepemimpinan berakar pada karakteristik pemimpin.

For decades, this trait-based perspective dominated empirical and theoretical work in leadership. Selama beberapa dekade, ini berbasis didominasi perspektif sifat dan teoritis bekerja empiris dalam kepemimpinan. Using early research techniques, researchers conducted over a hundred studies proposing a number of characteristics that distinguished leaders from nonleaders: intelligence, dominance, adaptability, persistence, integrity, socioeconomic status, and self-confidence just to name a few. Menggunakan teknik penelitian awal, peneliti melakukan lebih dari seratus studi mengusulkan sejumlah karakteristik yang membedakan pemimpin dari nonleaders: kecerdasan, dominasi, kemampuan beradaptasi, ketekunan, integritas, status sosial ekonomi, dan keyakinan diri hanya untuk beberapa nama.

5 Opinion about Leadership

5 opini Leadership

Self Leadership - Memimpin Diri Sendiri

"Ciptakanlah Sebuah Film Kehidupan Anda Seperti Yang Anda Angan-Angankan."

1.Hidup adalah sebuah proses menuju harapan dan impian yang sering sekali harus dilalui dengan berbagi jalan kemenangan, kemunduran, masalah, kekecewaan, keuntungan dan kerugian. Berbagai jalan tersebut sering sekali muncul begitu saja dan selalu menjadi sesuatu hal yang berada di luar kendali diri. Oleh karena itu, Anda harus punya kekuatan mental dan fisik yang luar biasa untuk dapat menaklukkan berbagai hambatan menuju harapan dan impian hidup Anda. Anda harus dapat memimpin diri sendiri untuk mendengarkan suara di dalam diri Anda dan menyadari bahwa Anda punya banyak pilihan dalam hidup Anda.

2. Memimpin diri sendiri berarti Anda harus menemukan kejelasan visi hidup Anda. Anda harus fokus pada visi kehidupan Anda dan selalu percaya diri untuk menemukan sukses Anda dimanapun sukses itu berada.

3.Memimpin diri sendiri berarti Anda sendiri yang menulis skenario kehidupan Anda, Anda sendiri yang menyutradarai kehidupan Anda, Anda sendiri yang menjadi produser dalam kisah kehidupan Anda, Anda sendiri yang menjadi bintang yang memerankan isi skenario yang Anda tulis tersebut, dan Anda sendiri yang memilih rekan- rekan bintang pendukung untuk memuluskan cerita di skenario Anda. Artinya, kisah kehidupan Anda prosesnya sama seperti kisah pembuatan sebuah film. Ciptakanlah sebuah film kehidupan Anda seperti yang Anda angan-angankan.

4. memimpin diri sendiri berarti Anda harus benar-benar tahu tentang cara kerja menuju sukses dengan mengoptimalkan semua potensi diri sendiri. Anda harus menunjukkan kekuatan yang menakjubkan dari pikiran Anda. Anda harus berpikir untuk memenangkan semua impian dan harapan Anda. Anda harus berani melihat diri Anda telah berhasil.
Anda harus konsisten untuk mengharapkan hal-hal besar hadir ke dalam kehidupan Anda. Anda harus bekerja keras dalam tanggung jawab untuk membuat hidup Anda bahagia, sehat, sejahtera, dan melanjutkan perjalanan kehidupan Anda ke level sukses yang lebih tinggi.

5. Leadership adalah ilmu dan keterampilan yang harus dikuasai tiap manusia untuk menjadi seorang khalifah fil ardh di muka bumi ini

Kesimpulan Saya adalah leadership wajib dipleajari KARENA tiap manusia adalah khalifah fil ardh di bumi ini.

Selasa, 02 November 2010

Apa sih itu Leadership ?

” .Pada intinya saya bagi kemampuan seorang manager / executive menjadi 2. Leadership dan Managerial skill. Dengan mampu mengatur sumber daya, waktu dan biaya dengan baik maka anda layak mendapatkan “gelar” manager yang baik. Tapi itu saja tidak cukup untuk mendapatkan gelar leader yang baik. ” - minerva’s
“Kepemimpinan pada akhirnya tentang menciptakan cara bagi orang untuk berkontribusi untuk membuat sesuatu yang luar biasa terjadi “. -alan Keith

” banyak sekali teori tentang kepemimpinan , hal ini dikarenakan banyak sekali orang yang telah mendefinisikan hal tersebut . Namun demikian , setiap definisi tersebut memiliki unsur yang sama ” - Stogdill ( 1974 )

“leadership is defined as the purposeful behaviour of influencing others to contribute to a commonly agreed goal for the benefit of individual as well as the organization or common good” - Sarros dan Butchatsky (1996)
“leadership means using power to influence the thoughts and actions of others in such a way that achieve high performance”. - Anderson ( 1998 )
7 keterampilan Leadership :

1. Mengenal Diri. (Understanding Self).
Seorang bijak mengatakan : "Kenalilah kekuatan dan kelemahan dirimu serta kenalilah kekuatan dan kelemahan lawan kamu maka kamu akan mendapatkan kemenangan ". Jadi, sebelum kita mengenal orang lain alangkah baiknya kita mengenal diri kita sendiri.

2. Komunikasi (Communication).
Berkomunikasi itu dapat memberi banyak manfaat kepada diri kita sendiri, dengan catatan kita harus berkomunikasi dengan banyak orang, dengan cara-cara tertentu dan dengan tujuan-tujuan tertentu pula. Untuk mewujudkan keadaan yang lebih baik, hendaknya kita bukan berkomunikasi dengan manusia saja, tetapi dengan diri kita sendiri, seluruh ciptaan Allah SWT, dan lebih utama lagi kepada Allah SWT.

3. Menyatu Dengan Yang Lain. (Getting Alone With Others).
Kita (manusia) sebagai sesama ciptaannya, sangat perlu hidup berdampingan dengan seluruh ciptaannya karena tidak dapat di hindarkan bahwa satu dengan lainnya saling membutuhkan. masing-masing mempunyai kewajiban terhadap yang lainnya dan jika kewajiban-kewajiban tersebut terpenuhi, maka hak-haknya pun terpenuhi pula.

4. Belajar Untuk Belajar. (Learning To Learn).
Belajar merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berencana dan di lakukan dengan cara-cara yang tertentu, untuk tujuan yang tertentu pula.

5. Membuat Keputusan.
Kita sebagai manusia tidak akan lepas dari permasalahan-permasalahan dari yang paling ringan hingga yang paling berat. pengambilan keputusan merupakan suatu proses di mana seseorang mengambil pilihan dari dua atau lebih kemungkinan yang ada. maka untuk membuat keputusan yang baik di perlukan ilmu dan keterampilan pengambilan keputusan.

6. Mengatur. (Managing).
Mengatur adalah kemampuan untuk dapat mempergunakan sumber daya yang tersedia dengan baik. apalagi kita (manusia) sebagai
khalifah fil ardhi yang bertugas untuk mengelola bumi beserta isinya. maka kita harus mengelola bumi dengan sebaik-baiknya.

7. Bekerja Sama Dengan Kelompok. (Working With Groups).
Hal ini sangat penting dalam organisasi, karena berhubungan dengan ciptaan allah yang lain. bekerja dalam kelompok adalah suatu ilmu dan keterampilan di mana anggota kelompok bekerja sama dalam kelompoknya sendiri atau dengan kelompok yang lain untuk menghasilkan hasil yang lebih dari penjumlahan kemampuan masing-masing anggota kelompok atau kelompok-kelompok.